A.
PENGANTAR:
Deklarasi Universal Hak Azasi
Manusia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Tahun 1948 (Indonesia ikut menandatanganinya)
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28 H,
menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga
negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin, yang
dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pihak Kementerian Kesehatan dalam upayanya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
khususnya masyarakat miskin, telah menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan.
Di Indonesia kita mengenal ada
beberapa jenis penjaminan Kesehatan misalnya Jamostek, Askes dan lain sebagainya.
Pemerintah daerah juga menyelenggarakan Jaminan Kesehatan kepada masyarakat
miskin atau kurang mampu misalnya JAMKESDA. Ketentuan bagi setiap peserta
mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi:
- Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP),
- Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) kelas III; dan,
- Pelayanan gawat darurat.
B. PERMASALAHAN
Beberapa permasalahan
yang ada pada Rumah Sakit Pemerintah yang mendapatkan kewajiban untuk melayani
pasien Jaminan tersebut dapat kita bagi dalam beberapa kategori yakni
kekurangsiapan Manajemen Rumah Sakit dalam hal administrasi pelayanan dan
perbedaan Nilai Jaminan yang ditanggung pihak penjamin dibandingkan dengan
Tarif yang berlaku pada Rumah Sakit itu sendiri sehingga Rumah Sakit
menganggung beban subdisi.
Berikut contoh permasalahan yang dihadapi oleh Rumah
Sakit Pemerintah
- Perbedaan Nilai Jaminan yang ditanggung Penjamin dibandingkan Tarif berlaku.
Sebagaimana
diketahui kebayakan penjamin menggunakan sistem paket dalam tatacara pembayaran
biaya pelayanan pada Rumah Sakit. Dalam jamkesmas dikenal dengan istilah
INA-CBGs demikian dengan tagihan kepada Pihak Pemerintah Daerah juga menerapkan
sistem paket, Kita ketahui bersama bahwa pada dasarnya Rumah Sakit dalam
menerapkan pencatatan pendapatannya masih menggunakan tarif Umum, artinya Rumah
Sakit menghitung semua tindakan medik juga tindakan penunjang sesuai dengan apa
yang dilakukan terhadap pasien, sedangkan dalam sistem penagihan Sistem Paket
tidak lagi menghitung satu persatu tindakan tersebut melainkan dibayarkan
dengan sistem paket “diagnosis penyakit”. Dalam ketentuan Jamkesmas misalnya
selisih antara Biaya Rumah sakit dengan Tarif Penjamin tidak boleh dipungut
biaya lagi kepada pasien (urun biaya) meskipun pasien menempati kelas perawatan
yang lebih tinggi (diluar kelas-3). Jadi berapa kalipun tindakan yang diberikan
terhadap pasien tidak akan mempengaruhi jumlah tagihan yang akan diklaim kepada
pihak penjamin. Sebagian besar jika dihitung Jumlah tagihan pasien dibandingkan
antara tarif umum dengan tarif pihak penjamin jauh lebih kecil tarif pihak
penjamin. Jadi bisa dibayangkan jika saja rata-rata pasien Jaminan Rumah Sakit
hanya terbayar 50% saja dibandingkan dengan tarif Umum maka besarnya subsidi
Rumah Sakit yang harus ditanggung, apalagi jika diketahu bahwa prosentase
rata-rata pasien Jaminan pada Rumah Sakit Pemerintah dibandingkan dengan Pasien
Umum bekisar antara 60% s/d 70% berapa nilai subsidi yang harus ditanggung oleh
Rumah Sakit.
2. Rumah Sakit
Pemerintah kebanyakan tidak siap menghadapi era Komputerisasi.
Keberadaan
Sistem Informasi Manajemen dalam Era Modern seperti saat ini sudah tidak dapat
ditawar lagi, mengingat tuntutan zaman,
Pasien membutuhkan pelayanan yang cepat dalam hal administrasi, mulai dari
pasien antri di rawat jalan sampai pasien dilayani oleh pihak Dokter, demikian
pencatatan Riwayat Kesehatan (Medical Record) membutuhkan tehnnologi komputer.
Sudah lewat waktunya mencatat dengan sistem manual dalam hal administrasi
pasien mengingat jumlah pasien yang cukup banyak, disatu sisi Pemerintah mulai
mengurangi formasi untuk tenaga Non Kesehatan. Hal tersebut yang membuat rumah
sakit Pemerintah mau tidak mau harus menjalankan aplikasi dengan sistem
komputer, jika tidak maka kinerja Rumah Sakit tentu akan sangat rendah dan
menjadi bahan aduan baik individu maupun Lembaga Sosial Masyarakat (LSM). Pada
Administrasi Rawat Inap pasien membutuhkan informasi yang cepat masalah biaya
perawatan, hal ini menjadi kebutuhan baik bagi Manajemen Rumah Sakit sendiri
maupun keluarga pasien, Untuk pasien Non Jaminan Misalnya pasien atau pihak
manajemen Rumah Sakit perlu mengingatkan keluarga pasien tentang besarnya biaya
perawatan pasien secara harian yang dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat
surat tagihan “deposit” yang harus dibayarkan oleh keluarga pasien.
Tekhnologi
komputer juga sangat penting dalam hal penagihan Piutang kepada pihak penjamin.
Bayangkan jika jumlah pasien Jaminan Rawat jalan harian sekitar 300 orang dan
pasien Rawat inap harian yang keluar dari Rumah Sakit berkisar 20 orang maka
tentu saja membutuhkan tenaga administrasi penagihan piutang yang cukup banyak,
apalagi persyaratan penagihan yang cukup detail yang harus dipenuhi oleh pihak
Rumah Sakit jika ingin Piutangnya dibayarkan oleh pihak penjamin, persayaratan
harus melampirkan semua bukti tindakan dan resume dari dokter. semua hal diatas membikin waktu penagihan
semakin panjang, kita ketahui dan bahkan tidak bisa mengingkari bahwa budaya menuliskan
diagnosis akhir pasien (rawat inap) oleh para tenaga Medis pada Rumah Sakit
Pemerintah masih sangat kurang, hal ini justru pada akhirnya dapat
mengakibatkan tagihan tidak dapat diproses atau dibayarkan penjamin. Jadwal
waktu penagihan juga dituntut semakin cepat jika tidak salah informasi
menjelang diberlakukannnya Badan Penyelenggaran Jaminan Soslal (BPJS) tahun 2014 nanti pihak rumah sakit
hanya diberikan waktu maksimal 10 (sepuluh) hari tagihan harus sudah
disampaikan kepada pihak penjamin tentu saja Rumah Sakit tidak lagi bisa
berlaku seperti saat ini dimana kita masih sering bisa melihat tagihan masuk
kepihak penjamin rata-rata 3 tiga bulan setelah pasien pulang. Tidak jarang
lebih dari itu, maka bisa dibayangkan berapa jumlah tagihan yang akan hangus
tidak terbayar oleh pihak penjamin. Kita semua berharap Pemerintah nanti bisa
berlaku bijaksana dalam menerapkan kebijakan ini, karena Rumah Sakit saat ini
terlalu berat menanggung beban subsidi.